Kamis, 22 Mei 2008

Hidup penuh warna, dan biarkan ia berjalan dalam kisahnya masing-masing


Laman ini dibuat untuk lebih meramaikan atmosfer dunia bahasa dan sastra di tanah air tercinta kita, Indonesia!
_______________________________________________________

lihat cerpenku di cerpen.net


DUNIA TANPA SENYUM


Tersenyum. Aku hampir lupa dengan hal yang satu itu. Bahkan, nyaris aku tak pernah melakukannya lagi. Matikah hatiku? Kesibukan telah menenggelamkanku dalam dunia lain. Di duniaku ini, tak ada ada protes teman-temanku yang harus kutanggapi sebab aku lah yang berkuasa di sini. Aku bebas melakukan apa saja sesukaku di duniaku.
... (baca lengkapnya)



MENANTI MAWAR PUTIH


Masih panjangkah waktuku untuk bersamanya?
Kututup lembar kesekian dari buku harian merah jambu yang ada di tanganku. Sekilas mataku masih sempat menangkap sederet kata cinta di halaman depan diari itu. Untuk anugerah terindah dalam hidupku. Entah ini kali yang keberapa aku begitu tersanjung membaca kata-kata itu.
“Mid, makan dulu, nanti masuk angin.”
Suara lembut bik Ais membuyarkan lamunanku. Sepiring bubur lengkap dengan satu gelas susu yang barusan diantar perawat rumah sakit diletakkannya di atas meja kecil di tempat tidurku.
.... (baca lengkapnya)


COPET


Sekali lagi kuperiksa dompetku. Alhamdulillah masih ada. Sebelum berangkat ibu selalu berpesan agar aku berhati-hati di jalan, terutama saat dalam bus. Biasanya banyak copet beraksi di dalam bus, terlebih saat bus penuh dan para penumpang berdesak-desakan. Itu merupakan lahan empuk bagi para pencopet.
Seorang ibu berperawakan agak gemuk tersenyum kepadaku. Ibu itu duduk persis di sebelah kiriku. Di pangkuannya ada tas besar yang entah isinya apa.
“Adik mau kemana?” tanya ibu itu.
“Semarang, Bu.” Sahutku.
Ibu itu tersenyum. Meski sedikit gemuk, tapi ia terlihat cantik.
Lagi-lagi pesan ibu terngiang di telingaku.... (baca selengkapnya)



INDAHNYA BERBAGI


Aku memeriksa seluruh belanjaanku. Lengkap. Semua bahan yang kuperlukan sudah lengkap di atas meja. Kulirik jam yang menempel di dinding dapur. Pukul 11.30 wita. “Belum saat yang tepat untuk memasak” pikirku.

“Ummi, beduk juhurnya masih lama ya?” Annisa kecilku tiba-tiba sudah ada di sampingku. Matanya yang bulat mendelik lucu.

“Sabar sayang, masih satu jam lagi.” Kuusap kepala puteri kecilku.

“Nisa masih kuatkan?”

“Iya, Ummi. Nisa masih kuat.”

... (baca selengkapnya)


WAJAH TUA KELABU



Mataku tak lepas memandangi wajah keriput itu. Tangannya begitu gesit menganyam tikar purun. Aku kagum dengannya. Usia senja tak membuatnya putus semangat. Bermodal kemampuannya membuat tikar purun, ia mencoba bertahan untuk hidup. Bukannya tak punya anak, tapi naluri keibuannya membuatnya tak tega membebani mereka. Anak-anaknya juga mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengannya, mereka juga harus berjuang keras untuk bertahan hidup.

... (baca selengkapnya)